Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama turut berkomentar
tentang sekolah-sekolah berlabel rintisan sekolah bertaraf internasional
(RSBI) di Jakarta pascaputusan
Mahkamah Konstitusi (MK) yang membatalkan status RSBI, Selasa
(8/1/2013).
Basuki sepakat bahwa sekolah-sekolah berlabel
RSBI hanya menciptakan disparitas layanan pendidikan antara siswa miskin
dan siswa kaya. Padahal menurutnya, semua sekolah harus memiliki
kualitas yang selevel tanpa perlu menempelkan label internasional.
"Artinya
macam-macam, RSBI malah membuat kesenjangan. Sekolah kan bukan bicara
labelnya, tapi mutunya, materi isinya itu yang penting," kata Basuki, di
Balaikota Jakarta, Rabu (9/1/2013).
Basuki menyampaikan,
situasi menjadi semakin parah karena sekolah negeri yang ikut
menempelkan label RSBI. Sebagai sekolah yang mendapat sokongan dana
besar dari pemerintah pusat dan daerah, sekolah negeri seharusnya
mebebaskan pungutan tanpa harus mempengaruhi kualitasnya. Bukan
sebaliknya, bersama-sama menggali sumber dana dari masyarakat dengan
kedok untuk peningkatan mutu.
"Banyak uang dari APBD untuk
sekolah negeri dan siswa tidak mampu, tapi tiba-tiba isi sekolahnya
orang kaya semua. Kalau sekolah swasta bebas deh, tapi kalau negeri
enggak perlu pakai label internasional," ujarnya.
Untuk wilayah
DKI Jakarta, jumlah sekolah berlabel RSBI mencapai 49 sekolah, terdiri
dari delapan SD RSBI, 15 SMP RSBI, 10 SMA RSBI, dan 16 SMK RSBI.
Mahkamah
Konstitusi (MK) telah mengeluarkan putusannya terkait keberadaan
sekolah berlabel rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI). Selama
lebih dari satu tahun mengkaji gugatan terhadap RSBI, akhirnya pada
Selasa (8/1/2013), MK secara sah menghapus RSBI karena dianggap tidak
sesuai dengan konstitusi. MK mengeluarkan putusannya setelah menimbang
dan melihat bukti serta keterangan para penggugat.
Dalam
memutuskan kasus ini, MK telah mendengarkan keterangan penggugat yang
mengajukan uji materi atas Pasal 50 ayat 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas). Tidak hanya itu,
MK juga memeriksa bukti dan mendengarkan pendapat pemerintah serta
anggota legislatif. Putusan ini dikeluarkan oleh MK setelah menimbang
bahwa keberadaan RSBI tidak sesuai dengan konstitusi yang ada. Beberapa
hal yang menjadi pertimbangan adalah biaya yang mahal mengakibatkan
adanya diskriminasi pendidikan.
Selain itu, pembedaan antara RSB
dan non RSBI menimbulkan adanya kastanisasi pendidikan. Penggunaan
bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar dalam tiap mata pelajaran di
sekolah RSBI juga dianggap dapat mengikis jati diri bangsa dan
melunturkan kebanggaan generasi muda terhadap penggunaan dan pelestarian
bahasa Indonesia sebagai alat pemersatu bangsa.
Materi yang
digugat adalah Pasal 50 ayat 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional. Pasal ini telah menjadi dasar hukum
penyelenggaraan sekitar 1.300 sekolah berlabel RSBI. Dengan keputusan MK
ini, berarti status RSBI harus dihapus dan penyelenggaraan satuan
pendidikan berkurikulum internasional juga tak lagi diperbolehkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar