Keputusan pelaksanaan Kurikulum 2013 sudah final. Pada
tahun pertama, kurikulum baru hanya diberlakukan di 30 persen sekolah
dasar/MI kelas I dan IV di setiap kabupaten/kota di semua provinsi.
”Adapun
untuk SMP/MTs dan SMA/MA/SMK akan diberlakukan di kelas VII dan X di
semua sekolah tanpa kecuali,” kata Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Mohammad Nuh, Minggu (6/1) malam, di Jambi.
”Pertimbangannya 30
persen saja agar proporsional dan tidak menumpuk di perkotaan. Kita juga
realistis karena jumlah SD/ MI sekitar 170.000,” ujar Nuh.
Tim
penyusun kurikulum internal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta
para narasumber juga memutuskan penyampaian materi pembelajaran tetap
sesuai dengan rencana awal, yakni dengan tematik integratif. Khusus mata
pelajaran sains, belum diputuskan apakah akan mulai diberikan di kelas
IV, V, dan VI atau kelas V dan VI saja. Keputusan finalnya akan
diserahkan kepada Komite Pendidikan yang dipimpin wakil presiden.
Peraturan
pemerintah
Untuk mengantisipasi agar kurikulum tidak
berganti setiap kali berganti menteri, pemerintah memiliki tiga
skenario. Skenario pertama, kurikulum akan ”diamankan” dengan payung
hukum peraturan pemerintah.
”Biasanya kurikulum diatur dengan
peraturan menteri sehingga ada istilah ganti menteri ganti kurikulum.
Dengan PP, diharapkan (kurikulum) tidak serta-merta bisa diubah,” kata
Nuh.
Skenario kedua, lanjut Nuh, kurikulum diamankan melalui
pelaksanaan yang bertahap dimulai dari kelas I, IV, VII, dan X. Lalu
tahun kedua kurikulum baru diberlakukan di kelas II, V, VIII, dan XI.
Begitu seterusnya. Adapun skenario ketiga diharapkan dari masyarakat.
Kurikulum akan mampu bertahan jika masyarakat punya rasa memiliki.
Di
dalam kurikulum yang baru juga ditetapkan tidak ada lagi penjurusan di
tingkat SMA/MA.
Direktur Jenderal Pendidikan Menengah Kemendikbud
Hamid Muhammad menjelaskan, siswa dikelompokkan bukan lagi berdasarkan
jurusan, melainkan minat IPA, IPS, atau Bahasa. Dengan peminatan ini,
siswa tidak lagi harus mengambil satu bidang tertentu, tetapi bisa
mengambil lintas bidang.
”Misalnya, anak yang minat IPA nanti
bisa ambil mata pelajaran IPS atau Bahasa. Begitu pula sebaliknya.
Seperti sistem kredit semester di perguruan tinggi,” kata Hamid.
Nuh
kembali menegaskan, bahasa daerah tetap diajarkan di sekolah. Adapun
alokasinya waktunya diserahkan ke setiap sekolah karena Kurikulum 2013
merupakan kurikulum minimal yang butuh pengayaan dari setiap sekolah.
(LUK)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar