Pemerintah Kota Lhokseumawe menyebarkan surat edaran terkait anjuran
agar para perempuan di sana tidak duduk mengangkang saat dibonceng di
atas sepeda motor. Anjuran ini dinilai tidak masuk akal lantaran di
negara Islam lain seperti Malaysia, kaum perempuan justru diwajibkan
duduk mengangkang saat dibonceng di atas motor.
Hal ini
diungkapkan Anggota Komisi III dari Fraksi PDI-Perjuangan, Eva Kusuma
Sundari, Jumat (4/1/2013), di Gedung Kompleks Parlemen, Senayan.
"Anjuran itu dibuat berdasarkan prasangka dan kecurigaan dan tidak
sesuai dengan kebijakan publik. Di Malaysia saja, yang pakai hukum
Islam, justru wajib mengangkang," ujarnya.
Kebijakan di Malaysia
itu, lanjut Eva, justru lebih mempertimbangkan rasa aman dan nyaman
berkendara. Eva menilai peraturan di Lhokseumawe itu hanya disusun
berdasarkan prasangka dan subyektif. "Aku merasa sedih dan norak karena
tidak untuk kepentingan publik. Sistem value yang sangat
didebatkan. Kebijakan di Lhokseumawe seharusnya membuat aman, tidak
meresahkan. Kok malah repot perempuan," imbuh Eva.
Eva mengimbau
agar Pemkot Lhokseumawe lebih mementingkan pelaksanaan kebijakan untuk
kepentingan perempuan, seperti pelayanan kesehatan, posyandu, hingga
upaya menurunkan angka kematian ibu. "Bukan apa yang dianggap penting
oleh ulama, tetapi apa yang dianggap penting oleh masyarakat. Bikin
kebijakan yang ramah," katanya.
Anjuran yang rencananya akan
dibuat peraturan tertulis itu tak ayal dinilai diskriminatif bagi kaum
perempuan. Eva menyayangkan bahwa selama ini peraturan-peraturan
diskriminatif sangat mudah dikeluarkan, tetapi susah dicabut. Seharusnya
hal ini menjadi perhatian Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
"Kalau
yang menyangkut investasi, kenapa lebih mudah dicabut? Apa uang lebih
penting dibandingkan hak asasi perempuan?" ucap Eva.
Diberitakan
sebelumnya, Wali Kota Lhokseumawe Suadi Yahya mengeluarkan surat edaran
yang mengimbau kaum perempuan tidak duduk mengangkang saat dibonceng
sepeda motor. "Alasannya untuk peningkatan dan mendukung syariat Islam
yang telah ada qanun-nya di Aceh," kata Suadi Yahya, Rabu
(2/1/2013) siang, melalui telepon.
Menurutnya, kaum perempuan yang
duduk mengangkang saat dibonceng di sepeda motor tidak sesuai dengan
budaya Aceh yang Islami. "Sebenarnya budaya Aceh, bagi perempuan, kalau
duduk di sepeda motor ini tidak boleh mengangkang, budayanya harus duduk
menyamping," jelas Suadi.
Surat edaran berupa imbauan kepada
warga Lhokseumawe, menurutnya, mulai berlaku sejak Selasa (1/1/2013)
lalu. Sosialisasi pun dilakukan ke kecamatan hingga ke desa-desa. Selama
satu bulan ke depan, Pemkot Lhokseumawe akan mengevaluasi sejauh mana
efektivitas surat edaran itu berdampak ke masyarakat.
"Kita lihat
perkembangannya. Baru setelah itu kita lakukan (dalam) bentuk aturan
seperti aturan wali kota atau membuat qanun," kata Suadi.
Suadi
mengklaim surat edarannya ini didukung masyarakat Lhokseumawe,
setidaknya kalangan ulama di wilayah itu. Menurutnya, alasan yang
berkembang di kalangan ulama Lhokseumawe menyebutkan, jika kaum
perempuan duduk tidak mengangkang saat dibonceng sepeda motor terlihat
karakter perempuannya.
"Kalau duduk mengangkang, itu kayak lelaki,
kalau dilihat dari samping. Tapi kalau duduk menyamping, ciri khasnya
terlihat kalau itu perempuan," jelas Suadi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar